Selama tiga hari, Rumah Sunting menyelenggarakan Residensi Seniman Riau di Malako Kociak Tanjung Beringin, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Sebuah upaya menggaungkan budaya tradisional ke permukaan.
RIAUPOS.CO - MENYUSURI Sungai Subayang, menikmati arus deras dan mesin perahu yang lantang, belasan seniman Riau menuju Malako Kociak Tanjung Beringin, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Di sini, mereka menikmati pengalaman batin dan ziarah seni dari berbagai objek budaya, menggali dan mendalaminya, lalu mentransfernya menjadi karya.
Belasan seniman ini mengikuti perjalanan Residensi Seniman Riau yang dilaksanakan Komunitas Seni Rumah Sunting Pekanbaru, 27-29 Februari 2023. Para seniman ini berasal dari delapan cabang seni, yakni, teater, tari, musik, puisi, cerpen, sastra lisan, rupa, dan sinema. Ada Taufik Yendra Pratama, Bambang Kariyawan, Nuratika, Farid Jhonatan, Gedoy, M Khudri, Setyo Febriyanto Al Rahim Sekha, Leman Le Q, Denny, dan Muhammad Asqalani Eneste.
Berbagai karya seni lahir dari kedalaman rasa dan pikir mereka setelah mengikuti perjalanan residensi sejak Jumat hingga Sabtu siang di desa tersebut. Meski diakui tidak cukup waktu atau residensi itu sangat singkat, tapi pertunjukan yang ditampilkan berhasil membuat penonton memenuhi ruang kosong di depan panggung yang terletak di depan SD dan mampu membuat penonton berdecak kagum.
“Bagi Saya, residensi yang dilaksanakan Komunitas Seni Rumah Sunting ini sangat luar biasa. Meski dengan waktu sangat singkat belum bisa bisa berbuat apa-apa, tapi ini awal yang baik apalagi sepulang dari sini nanti ada diskusi-diskusi dan pagelaran karya hasil residensi yang lebih matang lagi. Masyarakat terhibur, kami banyak belajar dari mereka, sebaliknya mereka juga semoga terinspirasi dengan pertunjukan-pertunjukan seni dari kami. Intinya lagi, kami merasakan keramahan, kesederhanaan, dan kebahagiaan masyarakat di sana bersama kami dan kami sangat lebih bahagia lagi. Pastinya kegiatan ini sangat bermanfaat,” ungkap Taufik Yendra Pratama, pemusik yang turut mengikuti kegiatan tersebut.
Taufik bukan hanya mempersiapkan garapan musik baru yang lebih matang sepulang dari Tanjung Beringin, tapi malam pertunjukan itu ia juga tampil memukau dengan Bagadumbo yang sudah mulai digarap sebelumnya. Garapan musik itu juga melibatkan seluruh penonton. Mereka bukan hanya warga Desa Tanjung Beringin, tapi juga warga desa lain di sekitar Sungai Subayang.
Selain Taufik, Leman Le Q yang juga pemusik, menampilkan musik khas yakni gesekan biola yang menderu-deru. Sementara Farid Jhonatan yang juga pemusik, tampil dengan lagu barunya berjudul “Malako Kociak”. Anak-anak di desa tersebut malah sudah hafal dengan lagi itu sebelum dipentaskan.
Depal alias Denny Palu berkolaborasi dengan Al Rahim Sekha dalam pertunjukan teater malam itu. Mereka juga mengusung “Malako Kociak” ke atas panggung. Mereka melibatkan anak-anak dalam pertunjukan yang sudah dilatih sejak Jumat dan Sabtu siang. Pertunjukan bebas dengan menggunakan lampu obor dan kerikil Sungai Subayang di pentas kedua atau di belakang tenda tamu utama itu, membuat masyarakat terpana dan bertepuk tangan meriah.
Al Khudri, seniman Riau asal Rohil yang asyik di bidang rupa, menghasilkan karya berupa kerajinan tanga atau kriya dari pasir, kerikil, kayu dan lain-lain sebagai media dasarnya. Bukan hanya kriya, lahir juga karya gambar dengan degradasi warna yang luar biasa. Begitu juga dengan Gedoy yang tampil dengan agu-lagu Subayangnya malam itu.
Ferry yang mengikuti residensi dari cabang film atau sinema, menggarap perjalanan Residensi ini dalam film dokumenter. Sementara Nuratika, Bambang Kariyawan, Asqalani Eneste dan Zikri sang deklamator kecil, termasuk Founder Rumah Sunting Kunni Masrohanti, memecahkan panggung itu dengan pembacaan puisi tentang “Malako Kociak”.
Kunni menyebutkan, residensi seniman ini dilaksanakan untuk mengangkat kekayaan budaya dan alam sekaligus melestarikannya dalam karya seni melalui tangan dan hati para seniman. Selain itu juga karena janji untuk meramaikan kegiatan Semah Antau.
“Kerja kebudayaan ini harus nyata, kerja ril, tidak perlu banyak cerita. Residensi seniman dan pentas seni oleh seniman-seniman Riau ini merupakan upaya pelestarian dan mengusung kekayaan itu ke permukaan. Juga sebagai upaya pelestarian, pendokumentasian, dan penginventarisasian objek budaya sebagai dimanahkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017,” kata Kunni.
Kedatangan Kunni bersama para seniman sebagai bukti bayar utang dan janji kepada masyarakat di Malako Kociak Tanjung Beringin. Kunni menyebutkan bahwa ia berjanji akan meramaikan kampung tersebut jika ada acara Semah Antau. Maka, setelah tahu jadwal Semah Antau dari panitia di kampung, Kunni pun bergegas melakukan persiapan. Dia juga menyebutkan, perjalanan residensi seniman selama tiga hari ini belum berakhir. Sesampainya di Pekanbaru, para aeniman akan mematangkan karya dan akan dipentaskan.lagi di Pekanbaru.
“Inilah yang baru bisa kami lakukan dalam residensi ini. Kami menyadari bahwa waktu ini sangat singkat, tidak layak untuk menghasilkan karya yang hebat. Tapi semoga ini menjadi awal dan belum selesai. Kawan-kawan seniman yang ikut residensi akan menggarap karya mereka lebih matang lagi dan akan kami tampilkan di Pekanbaru, insya Allah. Semoga perjalanan ini menjadi pengalaman batin para seniman dalam mengumpulkan remah-remah inspirasi dalam berkarya,” jelas Kunni lagi.
Raja Kerajaan Rantau Kampar Kiri, Tengku Muhammad Nizar, yang meyaksikan pertunjukan seni dan bersama seniman dalam semua prosesi, mengelu-elukan budayawan dan Seniman Riau Kunni Masrohanti bersama Komunitas Seni Rumah Sunting yang didirikannya dalam perjungan melestarikan alam dan budaya, khususnya di Rantau Kampar Kiri. Hal ini disampaikan Raja di hadapan ninik mamak, tokoh masyarakat dan segenap masyarakat Malako Kociak Tanjung Beringin dan warga desa sekitarnya saat menyampaikan sambutan.
“Kami mengucapkan selamat dan terima kasih kepada Adinda Kunni dan Rumah Sunting yang membawa seniman Riau dari berbagai kabupaten/kota dan rombongan untuk memeriahkan kegiatan Semah Antau ini dengan pertunjukan seni. Kunni dan Rumah Sunting pernah membawa ratusan penyair Indonesia dan mancanegara seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan beberapa negara lain ke Kerajan Gunung Sahilan. Hari ini mereka hadir di Malako Kociak, menggali kearifan lokal untuk sumber inspirasi dalam karya seni dan menghibur kita semua. Inilah kerja pelestarian budaya sekaligus alam yang tidak bisa kita pungkiri lagi dan ini sudah sejak lama,” kata Raja.
Para seniman yang ikut Residensi Seniman Riau yang diselenggarakan Rumah Sunting saat naik perahu menuju Malako Kociak Tanjung Beringin, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, baru-baru ini.
Bukan hanya para seniman yang melahirkan karya, puluhan anak-anak tempatan juga terlibat dalam panggung pertunjukan seni. Ada yang bermain teater, menggambar dan menghasilkan karya tangan berupa kriya. M Khudri, sangat serius dan teliti melatih anak-anak SD mebuat kriya. Semua bahan dasarnya dicari bersama-sama di kampung tersebut. Mereka mencari pasir di tepi sungai bersama, mencari ranting-ranting dari rimba sekitar bersama dan menyelesaikan karya bersama-sama. Hasil karya ini kemudian dipajang di depan panggung pertunjukan dan dinilai mana yang terbaik.
Selain berkarya bidang rupa, anak-anak tempatan juga ikut bermain teater dengan permainan tradiaional sebagai akar garapan yang kemudin dikolaborasikan dengan karya Al Rahim Sekha dan Denny. Semua anak-anak ini dilatih olah vokal dan ekapresi. Walhasil, saat di panggung, kehadiran mereka membuat masyarakat kampung tertawa dan bertepuk tangan bangga.
Puluhan seniman Riau yang tergabung dalam Residensi Seniman Riau 2023 juga mengikuti berbagai kegiatan masyarakat sungai, termasuk kegiatan adat. Semah Antau salah satunya. Prosesi Semah Antau Semah Nagoghi hanya digelar setahun sekali. Mereka berbaur dengan masyarakat, sama-sama naik perahu mesin atau piyau menuju hulu, makan bersama di pulau, dan masih banyak lagi. Bukan hanya itu, mereka juga mengikuti kebiasaan masyarakat sungai, seperti mandi di sungai, menjala ikan, mencuci baju di sungai, bermain bolavoli sore hari, duduk-duduk di depan rumah, dan lain sebagainya.
Kedatangan pendiri Komunitas Seni Rumah Sunting Kunni Masrohanti beserta tim ke Kenegerian Malako Kociak Desa Tanjung Beringin, bukan hanya sekali dua. Bahkan Kunni dan timnya dengan didampingi masyarakat sudah sampai ke puncak Bukit Sakti, puncak tertinggi di desa tersebut. Kunni yang dikenal aktif di bidang pariwisata, lingkungan, dan budaya, intens berdiskusi dan berbagi gagasan kepada masyarakat, khususnya para pemuda dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang ada di sana. Keseriusan hati Kunni bersama Rumah Sunting untuk membangkitkan dan memajukan potensi alam dan budaya itu tidak main-main. Kunni membawa para seniman untuk bisa lebur dan menyatu dengan masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan mereka tinggal di rumah godang, ikut membantu memperindah panggung pertunjukan, membuat obor, menghias piyau berkajang kain, dan masih banyak lagi.
Geliat Kunni dan Rumah Sunting serta seniman-seniman ini membuat masyarakat bangga dan senang serta memberikan penghargaan dengan sebuah pengakuan. Malam setelah tiba di Malako Kociak, Kunni bersama Rumah Sunting dan peserta residensi seniman diundang ke majelis penghargaan atau pengakuan, tepat di bawah tenda di depan panggung pertunjukan.
Penghargaan dan pengakuan itu adalah menjadikan Kunni dan timnya sebagai kemenakan Soko Datuak nan Baduo, yakni Godang ka Nagoghi dan Godang ka Antau dan akan dikanonokan oleh Datuak dan Balimo. “Masyarakat Malako Kociak megucapkan terima kasih atas kedatangan Bu Kunni dan rombongan Rumah Sunting yang berbuat banyak di sini. Kami menyambut penuh suka-cita. Kami yang dimaksud adalah Datuk Godang nan Baduo dalam kenegerian dan disambut Datuak nan Balimo di persukuan, dan dijadikan kemenakan Soko Datuak nan baduo Godang ka Nagoghi dan Godang ka Antau, dan akan dikanonokan oleh Datuk nan Balimo dalam persukuan sebagai cucu kemenakan setara dengan cucu kemenakan dalam kenegerian Malako Kociak. Kok kociak talapak tangan, jo panompi kan kami tampuang. Rumah Godang nan limo itulah rumah keluarga besar Rumah Sunting. Tak ada kata datang yang ada kata balik atau tibo,” kata Ajismanto bergelar Datuk Pucuk Talayiu Godang ka Nagoghi usai pertemuan malam itu.
Selain Datuak nan Baduo dan Datuk nan Balimo, majelis itu juga dihadiri Kepala Desa atau Wali Desa, yakni Wali Saib, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan disaksikan masyarakat Malako kociak. Kepala Desa atau Pak Wali juga memyampaikan ucapan terima kasih kepada Kunni dan tim yang datang dan memprsembahkan penampilan seni budaya, menghibur masyarakat serta membeberkan kondisi desa yang gelap dan susah jaringan telpon.
“Tak ada yang bisa dan pantas kami sampaikan kecuali ungkapan terima kasih banyak atas perjuangan Bu Kunni dan Rumah Sunting bersama rekan-rekan yang datang meramaikan Semah Antau kami dengan pertunjukan seni budaya. Inilah kampung kami, gelap, susah jaringan. Semoga ke depan akan lebih baik lagi,” kata Pak Wali Saib.***
Laporan EKA G PUTRA, Kampar Kiri